Sebuah Arti Kehidupan
Pagiitu mentari tak malu memancarkan sinarnya. Langit tampak berseri
karena tidakada awan hitam yang menghalanginya. Cuaca yang sangat tepat
untuk menikmatiakhir pekan ini. Seperti biasa Rendi naik ke atas
genting rumahnya, menikmati pagiyang cerah sambil memainkan gitar
kesayangannya. Tiba-tiba pandangannya tertujupada seorang gadis yang
diam menunduk di taman sebrang rumahnya. Rendipenasaran dengan gadis itu
dan akhirnya dia memutuskan untuk menghampirinya.
“Hei, sendirian aja!” kata Rendisemangat.
Gadis
itupun menengok, sontak Renditerkejut karena pipi lembut si gadis itu
telah dibasahi oleh air matanya,mukanya pucat, matanya membengkak, tak
ada senyuman yang terlukis di bibirmerahnya.
“Menangis tak akan menyelesaikan masalah.”Kata Rendi sambil duduk di samping gadis itu.
Sepertinya
gadis itu merasa risih dengankehadiran Rendi. Tapi mungkin gadis itu
tak mampu beranjak pergi karena memangsaat ini ia membutuhkan seseorang
untuk menjadi pendengar yang baik baginya.
“Kenapa harus aku yang
mengalami semuaini? Aku capek, aku lelah,” gaadis itu mulai
mengungkapkan keluh kesahnyawalaupun air mata tak henti membasahi
pipinya.
“Allah maha adil, hidup memang penuhdengan cobaan,
percayalah setiap cobaan pasti ada jalan keluarnya, kamu haruskuat
menghadapinya, ini adalah ujian dari Allah, dan itu tandanya allah
masihsayang sama kamu.” Kata Rendi mencoba menenangkannya.
“Kamu ga tau apa masalahku dan seberatapa beban yang aku pikul saat ini, jadi mudah saja bagimu untuk berbicara sepertiitu.”
“Makanya
aku disini untuk jadi pendengaryang baik untukmu, siapa tahu aku bisa
bantu, aku gak gigit ko.” Kata Rendisambil mengeluarkan lelucon
garingnya.
Sejenakdia terdiam dan mengusap air mata yang terus berlinang
membasahi pipinya. Iapun mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk
melihat tanah yang adadibawahnya.
“Saat ini aku hidup ditengah
keluargayang sangat serba kekurangan. Ibuku telah lama sakit-sakitan,
aku tak mampumembawa ibuku ke rumah sakit, karena aku tak memiliki uang
sepeserpun, biayarumah sakit saat ini sangat mahal, dan rasanya aku juga
tak mungkin membiarkanibuku terus-terusan menderita seperti ini.”
Dengan menahan air mata gadis itumulai menceritakan apa yang ia alami
sekarang.
“Lalu kemana ayahmu? Seharusnya ia yangberusaha membiayai semuanya.” Kata Rendi yang mulai terbawa oleh cerita sigadis itu.
“Sejak aku dilahirkan, aku sudah takmengenal ayah. Ibuku bilang,
ayahku pergi membawa seluruh harta yang ibu milikidan meninggalkannya,
saat itu ibu sedang mengandungku. Makanya aku bingung saatini. Aku tak
memiliki pekerjaan, SMP saja aku tak lulus, bagaimana bisa
akumendapatkan pekerjaan yang mampu menghidupi keluargaku?”
“Baiklah
aku mengerti, saat kamu lelah,jatuh terpuruk di dalam dimensi
kehidupan, saat kamu terdampar ditengah keputusasaan. Lihatlah ke
sekelilingmu, saat ini banyak sekali orang yang merasakanapa yang kamu
rasa bahkan lebih berat dari beban yang kau pikul saat ini.Bersyukurlah
karena kamu masih diperbolehkan menikmati rahmat-Nya. Lihatlahpohon
kecil itu, semakin lama akan semakin besar dan semakin kuat seperti
pohonyang melindungi kita dari teriknya sinar matahari saat ini. Akarnya
pun semakinkuat hingga ia bisa bertahan walau hujan baday telah
menerjangnya. Seperti kitasaat ini, semakin kita dewasa akan semakin
berat juga beban yang akan kitapikul dan semakin berat rintangan yang
akan kita lewati, kuatkanlah akarpenopang hidup kita. Kamu tahu akar
hidup kita?
Gadis itu tertegun, dan menggelengkankepalanya sambil terus memperhatikan Rendi yang sat itu bermuka serius.
“hanya
satu, yaitu iman, hanya keimanankitalah yang mampu menahan kita dari
pasang surut kehidupan. Percayalah, Allahtidak diam, Allah pasti sudah
merencanakan hal indah untukmu dan keluargamu.”
Gadis itu tersenyum kepada Rendi,senyuman manisnya membuat jantung Rendi berdegub kencang.
“Benar
apa yang kamu katakana. Tuhan mahaadil, pasti kebahagiaan sedang
menantiku saat ini, aku harus kuatmenghadapinya, terimahasih atas
nasihatmu, kamu telah meringankan beban yangaku pikul saat ini.”
“Ya
tentu saja. Selama kamu masihdijalan-Nya dan tidak mengerjakan
larangan-Nya, Allah akan senantiasamembimbingmu ke dalam kebahagiaan,
mungkin belum waktunya, bersabarlah.”
“Tapi yang ku inginkan hanya
satu, yaitukesembuhan ibuku, aku tak bisa membayangkan jika beliau tak
ada di hidupku, akurasa aku tak bisa…”
Gadis itu tak melanjutkan perkataannya,hanya tangisannya yang mampu mengartikan perasaannya saat ini.
“Sudah
jangan menangis, simpanlah airmatamu untuk kebahagiaan. Ibuku memiliki
sebuah butik, kamu bisa bekerjadisana, nanti aku bicarakan pada ibuku,
besok siang kamu ke rumahku, tepat disebrang taman ini”
Gadis itu mengangkat kepalanya sambilberkata
“Tapi…”
Belum selesai ia bicara Rendi langsungmemotongnya.
“Sudahlah, ini demi kebaikan kamu danibumu.”
Sejenak
mereka bertatapan, gadis itukembali memberikan senyuman manisnya kepada
Rendi, Rendi pun membalassenyumannya. Entah apa yang ada di pikiran
mereka saat itu.
Takterasa satu jam telah berlalu.
Gadis yang lima menit lalu bercucuran air matakini tersenyum cerah
mengalahkan sang mentari. Sampai detik ini ia tak pernahmeneteskan air
mata. Ia berjanji pada mentari pagi juga pada dirinya sendiri. Takkanada
satu rintanganpun yang dapat menjatuhkannya, ia akan melawan sinar
mataharidan menjalani hari-hari bersama pekerjaan barunya.
Hidup
ini keras,tapi akan terasa ringan jika kita menjalaninya dengan ikhlas.
Jangan biarkankehidupan mengaturmu, tapi buatlah kamu yang mengatur
kehidupan rencanakan halindah yang akan kau lalui, dan lakukanlah.
“Allahmaha adil, jika kita ada di jalannya.”
Penulis :
Rahmatul
Maulida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar